Langsung ke konten utama

Kucing Hitam di Belakang Rumah





Malam itu ada bunyi berisik di pintu belakang rumah. Bunyi itu terdengar sepanjang malam. Kadang lirih, kadang melengking.

Meski terganggu, aku tak membuka pintu. Ini malam hari. Gang sempit di belakang rumah pun gelap. Hanya ada cahaya kecil dari rumah-rumah di sepanjang gang. 


Ketika aku bangun pukul setengah tiga dini hari, suara itu masih terdengar. Terusik juga, sebenarnya. Tapi … membuka pintu belakang pada dini hari begini? Emh, sepertinya bukan pilihan yang menyenangkan. 

Sedikit mengerikan melihat sebuah gang sempit memanjang, ditumbuhi rerumputan dan gelap. Hanya ada sedikit penerangan dari dalam rumah-rumah yang membelakangi gang ini.

Siapa yang tahu ada apa di balik tumpukan pecahan batu di sana? Siapa yang tahu apa yang bersembunyi di rerumputan, di balik talang air tetangga, atau di ujung gang?

Jadi, tunggu sampai terang tanah. Namun, kesibukan di pagi hari membuat aku lupa pada suara itu. Lebih-lebih karena suara itu tak terdengar lagi.

Bukakan Pintu Untukku!

Menjelang tengah hari, suara itu kembali terdengar. Melengking tinggi. 

“Suara yang tadi malam, Mi,” ujar Sarah, anak sulungku.

Aku mengangguk. Suara itu masih terdengar di tempat yang sama. Di pintu belakang rumah.
Suara itu terdengar begitu mendesak. Suara itu seolah mengatakan ia tak mau pergi sebelum aku membuka pintu, menemuinya, dan mengizinkannya masuk.

Aku membuka pintu belakang. Seekor anak kucing berwarna hitam berdiri di undakan menuju pintu masuk. Bola matanya yang bulat menatapku tanpa takut. Sinar matanya seolah berkata, “Hei, kaubukakan juga pintu ini. Sepanjang malam tadi aku memanggilmu. Apa kau tidak mendengar suaraku?”

Kedua anakku berseru gembira melihat si kucing kecil. Merasa diterima, kucing hitam itu langsung melompat masuk. 

Di dalam rumah, kucing kecil itu tak mau duduk diam. Sedikit pun tak merasa takut masuk ke rumah yang baru dikenalnya. Tak merasa khawatir anak-anak kecil di rumah ini akan mengganggunya, menarik-narik ekornya yang panjang, mengejar-ngejarnya, atau menakut-nakutinya.

Kucing kecil itu sangat percaya diri. Sangat percaya rumah ini aman baginya. Sangat percaya ia akan baik-baik saja di rumah ini.

Dengan tenang dia menjelajahi dan mengendus semua ruangan. Ruang makan, ruang keluarga, ruang tamu, dan ruang tidur.

Setelah berkeliling, ia memutuskan ruangan yang paling nyaman baginya adalah kamarku. Mungkin karena dia menemukan sepotong kecil tulang ayam di piring makanku yang tertinggal di kolong meja komputer.  Yeah, aku kadang-kadang bekerja sambil sarapan di kamar, lalu lupa mengeluarkan piringku.

Oh, aku lupa. Dia pasti lapar. Bukankah semalaman dia mengeong di pintu belakang? Mungkin dia belum makan sejak tadi malam.

Hm, siapa pun pasti tahu, sekali memberi makan seekor kucing maka tak akan lepas dari kucing tersebut.

Arucing Kucing Punya Cerita
Candy Miaw tahun 2011. Dua bulan  setelah di rumah.

Kamu Tak Bisa di Sini

Aku bimbang. Di satu sisi, aku ingin memelihara kucing ini. Apalagi banyak tikus berkeliaran di rumah. Meski masih kecil, kucing tetaplah kucing. Predator alami bagi tikus. Kucing ini pasti bisa menakut-nakuti tikus-tikus bau dan menyebalkan itu. 

Di sisi lain, ibuku memelihara banyak tanaman hias di halaman depan. Kucing seusia si hitam kecil ini, kan, suka sekali bermain, termasuk dengan tanaman. Ketika tinggal di Bogor dulu, aku harus sering merelakan tanamanku yang di dalam pot rusak karena ulah kucing-kucingku. 

Kucing berusia 3-4 bulan bisa saja tiba-tiba memutuskan tanaman di pot adalah tempat bermain yang menarik. Itulah yang dilakukan kucing-kucingku dulu.

Kucing hitam ini….

Aku memutuskan tak bisa memelihara kucing ini. Setelah memberinya makan dan membiarkannya bermain sebentar, aku “mengusirnya” dari pintu depan. 

Namun, malam harinya, si hitam kecil itu kembali menggelar konser di pintu belakang….

(bersambung ke Si Hitam Bertuksedo Bernama Candy Miaw)

Catatan
Kisah ini terjadi di Bandung tanggal 24 Februari 2011. Tahun 2013 kutulis untuk dibukukan (antologi bersama para pencinta kucing). Aku sudah menandatangani kontrak dengan Penerbit Plotpoint di Yogyakarta. Namun, belum sempat buku ini terbit, Plotpoint berhenti beroperasi. Kontrak terbit pun dibatalkan. 

Tulisan-tulisanku dalam naskah itu kuposting di Blog Arucing ini dengan beberapa penyesuaian agar nyaman dibaca.


Salam meow,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Hitam Bertuksedo Bernama Candy Miaw

 25 Februari 2011 akhirnya kucing hitam itu tinggal di rumah kami. Aku dan anak-anak pun semakin jatuh hati padanya. Bulunya hitam mengilat dengan warna putih di bagian leher hingga perut dan di keempat kakinya. Ia tampak seperti sekor kucing dengan tuksedo hitam, kaus kaki, dan sarung tangan. Baca Kisah Sebelumnya: Kucing Hitam di Belakang Rumah Kucing kampung hitam itu kami beri nama Candy Miaw. Nama panggilannya Ken. Nama Candy Miaw ini aku dapat dari kuis kecil-kecilan yang aku gelar di Facebook. Kuis untuk mencari nama kucing!  Dari puluhan nama yang diusulkan, akhirnya nama Candy Miaw yang terpilih, mengalahkan nama Sekar Ireng, Sirius Black, Britney, Paris, dan lain-lain.  Selain terdengar lucu dan manis, nama Candy Miaw juga tidak mengandung huruf r. Dan yang nggak kalah penting, kecil kemungkinan ada mansuia bernama Candy Miaw. Hari-Hari Pertama Candy Miaw di Rumah Hari pertama di rumah, Candy Miaw membuat kami terkesima. Ketika sedang

Kucing-Kucing Jalanan

Candy Miaw bukan kucing pertama dalam keluargaku. Sejak aku kecil selalu ada kucing di rumah. Rekor terbanyak adalah 21 kucing ketika aku duduk di bangku SD. Kesukaan pada kucing itu pun menurun pada anak-anakku. Kucing-Kucing di Jalan Suatu hari kami ke rumah sakit karena si adek harus menjalani tes darah. Seekor kucing putih-kelabu menyambut kami di lobi rumah sakit.